Selasa, 07 Juni 2016

SUKSES HIDUP DALAM PANDANGAN ORANG JAWA



Rabu, 08 juni 2016
Keberhasilan dan Keberuntungan
Sukses artinya keberhasilan. Maka, yang dimaksud dengan sukses hidup tentunya adalah keberhasilan hidup. Yaitu kemampuan mewujudkan cita-cita yang didambakan oleh manusia dalam menjalani kehidupannya di dunia. Termasuk orang Jawa. Walaupun demikian, untuk mendefinisikan sukses itu sendiri cukup rumit, karena perwujudan dan penilaian sukses sangat dipengaruhi oleh pemahaman, profesi, serta orientasi atau cita-cita masing-masing individu yang bersangkutan.
Demikian pula orang Jawa. Mereka memiliki pemahaman yang spesifik mengenai keberhasilan hidup sesuai filosofi atau pandangan hidup serta nilai-nilai budaya yang membesarkannya. Misalnya, mereka berpendapat bahwa hasil (yang diperoleh dari sukses dan keberhasilan) adalah sesuatu yang sengaja diciptakan melalui usaha nyata dengan penuh kesadaran, menggunakan konsep tertentu, serta ditopang dengan “ongkos profesi” yang jelas. Pandangan ini bersumber dari peribahasa: “jer basuki mawa beya”. Misalnya bercocok tanam padi. Untuk mencapai sukses yang diharapkan, sejak menyeleksi benih hingga panen yang berlanjut ke penjualan produksi si petani memerlukan bermacap lelaku, teknik, serta biaya dengan besaran variatif. Sukses menanam padipun secara kultur teknik diukur dari kualitas dan kuantitas padi per-satuan luas(hektar). Adapun sukses menurut kriteria agribisnis adalah bagaimana menjual produk dengan harga yang optimal sehingga memberikan keuntungan positif bagi pelakunya.
Dengan demikian yang disebut sukses hidup atau keberhasilan hidup diperoleh melalui proses perjuangan, atau pertarungan professional dengan mencucurkan keringat, dan mungkin sampai berdarah-darah. Seperti unen-unen yang banyak terdapat di Jawa : thenguk-thenguk nemu kethuk, ongkang-ongkang ketekan lintang, ora watuh ora segu ketiban ndaru, adhang-adhang tumetesing bun, njagakake endhoge si blorok, dan masih banyak lagi.
Sementara keberuntungan tak ubahnya orang yang diibaratkan nyandhung cepaka sawakul. Meski  mendapatkan apa yang didambakan(rezeki, misalnya,), tetapi rezeki tersebut diperolehnya bukan berasal dari hasil keringat sendiri, Cuma karena hadiah, warisan, atau hibah. Atau yang bersifat negative seperti berjudi, beli undian(lotere), menipu, korupsi, mencari pesugihan, dan lain-lain. Jadi, keberhasilan cenderung diperoleh bukan dari aktifitas proaktif dari kerja yang terukur, positif, dan halal, melainkan diperoleh secara spekulatif, untung-untung, tanpa kerja keras, dan seringkali disertai unsure-unsur motivasi negative.
Walaupun secara moral di Jawa terjadi perbedaan yang ekstrim antara keberhasilan dan keberuntungan, realitasnya kedua cara itu sama-sama menjadi orientasi dominan di masyarakat. Artinya, sukses atau keberhasilan yang ditempuh dengan kerja keras memang dianut oleh sebagian besar orang, namun semangat mengejar keberuntungan juga banyak diterapkan. Baik oleh penganut paham pekerja keras maupun mereka yang lebih mengandalkan hidupnya dari factor keberuntungan dalam bentuknya yang beraneka warna.

Orientasi Sukses
Setiap orang atau masyarakat memiliki pemahaman dan orientasi yang berbeda-beda atau beragam mengenai sukses hidup serta wujud nyata dari apa dan bagaimana yang disebut sukses hidup tersebut. Misalnya, sukses bagi seorang petani tentu akan berbeda debgan sukses dimata seorang pejabar atau naraparaja. Sukses menurut ukuran wiraswastawan tidak sama dengan sukses yang didambakan oleh guru sekolah dasar.
Demikian pula sukses hidup di Jawa. Orientasi sukses sangat beragam, tergantung pemahaman dan pendapat masing-masing individu. Apabila diklasifikasi orientasi sukses orang Jawa dipengaruhi oleh sejumlah situasi kondisi internal(pribadi) maupun eksternal(social budaya) yang sadar tidak sadar telah dijadikan acuannya, yaitu : 1) pendidikan/intelektualitas, 2)  lingkungan keluarga dekat, 3) agama dan kepercayaan, 4) kondisi fisik, 5) alam lingkungan, 6) mata pencaharian, 7)system pemerintahan, 8)politik kolonialisasi. Penjelasan sebagai berikut :
1       Pendidikan dan Intelektualitas
Pendidikan dan intelektualitas seseorang sangat berpengaruh terhadap cita-cita dan sukses bidup yang ingin direalisasikan. Akibar belum terbukanya pendidikan normal di Jawa(dan Indonesia)  pada masa-masa prakemerdekaan, sebagian besar orang muda minim ilmu pengetahuan, minim wawasan, minim keterampilan. Dalam kondisi seperti itu mereka benar-benar tidak mampu dan tidak memiliki peluang untuk mengembangkan diri mencapai kehidupan yang lebih baik, dalam arti menurut tolok ukur Jawa : drajat-pangkat-semat dirinya meningkat. Dengan lambatnya perkembangan wawasan masyarakat tadi, maka orientasi sukses yang didambakan tadi cenderung tidak neka-neka, atau ngayawara, dan hanya bersifat samadya. Cukup menyesuaikan dengan modal dasar yang dimiliki, maupun situasi kondisi terdekat yang berpengaruh dominan terhadap dirinya. Bagi wong cilik, dengan modal tenaga kasar(otot fisik) saja, maka sukses yang dicita-citakan sangatlah sederhana, seperti tersirat dalam pribahasa : ana dina ana upa, ora obah ora mamah. Yaitu, bagaimana memperoleh pekerjaan setiap hari untuk mencukupi kebutuhan dasar hidupnya sekeluarga. Bagi mereka, suses hidup dipahami apabila dapat mempertahankan hidup dari hari ke hari; bukan perminggu, perbulan, apalagi pertahun.
Sebenarnya merekapun jnuga punya harapan lebih tinggi, namun apa daya tangan tak sampai. Memaksakan harapan diluar kemampuan sama halnya dengan cebol anggayuh lintang. Artinya, mustahil terjadi, dan akan menambah kesengsaraannya melulu. Misalnya keinginan itu terwujud pun jelas bukan karena hasil kerja keras, melainkan perlu ditopang oleh keberuntungan serta dorongan kekuatan lain(misalnya yang berasal dari dimensi alam gaib).
Meskipun demikian, karena setiap manusia memiliki semangat untuk mancari kebahagiaan dan kepuasan hidup, maka kalangan wong cilik yang berpendidikan, intelektualitas, dan wawasannya cumpen inipun terus berusaha mencari peluang menggapai sukses hidup. Dalam arti mengejar perbaikan hidup, termasuk memanfaatkan kemungkinan yang bernama keberuntungan, ketika muncul peluang di hadapannya. Walaupun mungkin, peluang tadi memiliki sisi negative, mereka kadang mengabaikan dan cenderung nekat menerabas demi menghapus kesengsaraan yang diderita cukup lama di dunia.
Beberapa contoh kasus yang layak diketengahkan, misalnya : dulu seorang pemuda anak petani banyak yang memilih bekerja jadi tukang kuda di kerajaan (lingkungan kraton). Meskipun penghasilannya tidak jauh berbeda dengan bertani, tetapi dengan menjadi pekathik (tukang memelihara kuda) para priyayi/bangsawan, dia mempunyai peluang untuk mendapat pekerjaan lebih meningkat (mialnya jadi prajurit). Di samping itu, derajatnya pun dianggap naik karena menjadi bagian dari kekuasaan (kaum ningrat), yang posisinya ibarat langit dan bumi disbanding petani. Padahal, mungkin saja sampai tua dia hanya dijadikan pekathik, tidak pernah menerima tugas lebih “tinggi” dari tukang pemelihara kuda.
Kesimpulannya, yang disebut sukses hidup bagi mereka(wong cilik) yang tergolong miskin ilmu, miskin wawasan dan pengalaman, antara lain : 1) dapat mempertahankan hidup setiap hari, 2) memperoleh peningkatan strata kehidupan, khususnya mengenai perolehan materi, sehingga dia terbebas dari kemiskinan dan kesengsaraan yang membelenggunya.
2)      Lingkungan Keluarga Dekat
Pandangan hidup maupun sikap perilaku seseorang mulai dibangun sejak masa kanak-kanak, seperti wawasan Tri Pusatnya Ki Hajar Dewantara (keluarga-sekolah-masyarakat). Meskipun ketiga pusat pembelajaran ini berpengaruh besar terhadap kepribadian seseorang, tetapi pengaruh keluarga lebih dominan, sebab pada lingkungan keluarga dekat inilah (rumah, ayah, inu, kakak-adik, dan mungkin kakek-nenek atau mungkijn paman dan pakdhe) setiap anak dibesarkan hingga masa dewasa. Artinya, pandangan, sikap hidup, pendapat dan perilaku, dari masing-masing individu dalam keluarga dekat itu akan berpengaruh dan membentuk kepribadian serta pola piker setiap orang.
Mungkin, orientasi sukses tertuju kepada pola hidup yang ditempuh sang kakak. Sukses menjadi sarjana, sukses bekerja di perusahaan multinasional, sukses memperoleh istri cerdas dan cantik yang juga direktur perusahaan milik orang tuanya, dan selanjutnya. Dengan kata lain, orientasi sukses sangat mengimitasi kondisi ideal yang diidolakan dari saudara atau kerabat dekat.
Kesimpulannya, sukses hidup bagi mereka yang mempunyai kedekatan dengan keluarga adalah : 1) berhasil merealisasikan nilai-nilai ideal yang diwariskan ke dalam realitas kehidupan dirinya, 2) menyamai prestasi yang dicapai keluarga dan kalau mungkin melebihinya.
3)      Agama dan Kepercayaan
Agama dan kepercayaan juga mempunyai pengaruh besar terhadap pemahaman dan wujud sukses hidup. Seseorang yang mempunyai keimanan dan ketakwaan tinggi terhadap agama yang dianut, hamper tidak mungkin melakukan tindak perbuatan di luar norma ajaran yang diyakini. Dalam memilih bidang pekerjaan saja dia akan selalu mempertimbangkan dengan cermat, apakah sesuai atau tidak dengan ajaran agama yang dianutnya.
Sukses hidup bagi orang islam adalah : 1) berhasil menjalankan syariat agamanya dengan baik dan benar, 2) apapun pekerjaan (profesi) yang dijalani, seluruh tindak perbuatannya tidak sampai melanggar larangan agama, 3) berhasil membantu menyiarkan islam kepada masyarakat.
4)      Kondisi Fisik
Mungkin, sekali waaktu kita pernah bertanya-tanya. Apa yang menjadi cita-cita orang buta, orang tuli, dan orang-orang yang memiliki cacat tetap lainnya? Kalau jawabannya adalah dia ingin sembuh dari kecacatannya, boleh dibilang jawaban itu agak ngayawara. Soalnya, cacat tetap atau cacat bawaan sejak lahir sulit diobati, kalau tidak boleh dibilang mustahil disembuhkan. Maka, jika dia ngotot ingin sembuh (namun kenyataannya sulit tercapai), besar kemungkinan dirinya akan mengalami stress karena apa yang diharapkan tidak kunjung dating. Karena itulah, kecacatan orang sangat berpengaruh terhadap cita-cita hidupnya. Realitasnya hamper tidak mungkin orang buta berharap jadi pegawai negeri, seorang lumpuh sejak sejak bayi mustahil punya keinginan jadi ABRI atau polisi. Artinya, mau tidak mau dia harus menyesuaikan cita-cita hidupnya berdasarkan kasunyatan yang ada. Misalnya, seorang buta dapat berkeluarga, punya anak, dan hidup mandiri, sudah merupakan karunia ilahi yang harus disyukuri.
Kesimpulannya, sukses hidup bagi orang-orang yang mengalami cacat tetap antara lain : 1) memperolleh penghargaan yang wajar (tidak direndahkan atau dikucilkan) oleh masyarakat, 2) berhasil memiliki ilmu dan keterampilan untuk bekal kerja sesuai dengan kondisi fisiknya, 3) dapat menjalani kehidupan sebagaimana orang lainj di dalam masyarakat.
5)      Alam Lingkungan
Alam lingkungan juga berpengaruh terhadap kejiwaan dan pandangan hidup masyarakatnya mengenai yang disebut sukses hidup. Jadi, orientasi sukses yang dipengaruhi oleh pandangan mengenai alam lingkungan, antara lain : 1) berhasil menemukan celah di dalam membangun kehidupan baru baik di kampong halaman sendiri ataupun di daerah lain, 2) berhasil mengalahkan(menakhlukkan) alam lingkungan yang tidak bersahabat.
6)      Mata Pencaharian
Mengubah kondisi dan prestasi hidup, apalagi meningkatkannya, merupakan pekerjaan yang cukup sulit. Contohnya seorang tukang bakso keliling. Karena usia makin tua dia ingin buka warung bakso menetap. Keinginan tersebut mudah dibayangkan, namun sulit diwujudkan. Antara lain karena dirinya belum pernah belajar dan mengalami buka warung bakso menetap, di samping selama ini dialah yang mendatangi pembeli, bukan pembeli mendatangi dagangannya.
Kesimpulannya, ketika seseorang telah memiliki menjalani kehidupan professional tertentu sebagai mata pencaharian tunggal, maka pandangan mengenai sukses hidup akan sangat dipengaruhi oleh nilai tradisi yang berlaku dalam profesinya. Antara lain : 1) ukuran sukses hidup dikaitkan dengan sukses profesi(pekerjaan, 2) sukses ditopang oleh meningkatnya derajat seseorang, misalnya dari rakyat biasa kemudian memperoleh gelar sebagai abdi Negara.
7)      System Pemerintahan
Berabad-abad lalu hingga lahirnya NKRI, tata pemerintahan di Jawa adalah aristokrasi(kerajaan). Pada system ini, keberadaan rakyat benar-benar hanya hanya “numpang hidup” atau nunut kamukten karena pemilik dan pemegang kekuasaan waktu itu adalah raja, dibantu oleh pejabat narapraja yang menjadi pelaksana kekuasaan sampai di tingkat bawah. Terlebih lagi kerajaan di Jawa pra-Mataram Islam masih menganut Hindu-Budha sebagai agama Negara. Di mana di dalam paham Hindu derajat manusia terbagi menjadi kasta : brahmana(pendeta), ksatria(raja/prajurit), wesia(tukang/pekerja), dan sudra sebagai kasta terendah. Dalam pandangan Hindu orang sudra tidak mungkin masuk golongan ksatria dan brahmana. Sampai kapanpun setelah dewasa nyaris tidak mungkin menikah dengan orang selain dari kasta sudra.
Kesimpulannya, orientasi sukses orang jawa di masa lalu dan banyak tercermin dalam ajaran kejawen maupun nasehat/peribahasa antara lain menunjukkan cirri-ciri antara lain : 1) sukses hidup adalah keberhasilan mencapai derajat yang lebih tinggi, 2) memperoleh kecupukupan materi bukan saja untuk mencukupi kebutuhan hidup melainkan untuk menaikkan derajat serta kewibawaan pribadi, 3) berhasil memperoleh posisi(hidup) di kalangan “atas”.
8)      Politik Kolonisasi
Lebih kurang tiga setengah abad, Jawa(Indonesia) dijajah oleh portugis, Belanda, Inggris, dan Jepang, dan baru benar-benar bebas dari penjajahan sejak 1945. Klolonialisasi selama itu cukup besar pengaruhnya terhadap seluruh sendi kehidupan orang Jawa. Ucapan ndara kepada para bangsawan dan narapraja, serta NdaraTuwan kepada Belanda, menunjukkan betapa rendah posisi rakyat Jawa waktu itu. Cengkeraman penjajah yang cukup lama nyaris membenamkan banyak orientasi nilai dan cita-cita hidup orang Jawa. Semua potensinya dirinya nyaris dikonsentrasikan untuk memperkuat ketahanan mental pribadi menghadapi buruknya kondisi hidup yang dialami dari ke hari.
Kesimpulannya, sebagai manusia terjajah, orang Jawa waktu itu memiliki orientasi sukses hidup antara lain : 1) lolos dari kemiskinan yang diderita, 2) mempunyai matapencaharian tetap, 3) menjadi bagian dari penguasa atau Negara.

Sukses Hidup
Orientasi-orientasi sukses hidup manusia Jawa(baik di masa lampau hingga masa kini) secara general. Yaitu, berhasil menjadi manusia unggul, hidupnya atem tentrem nir ing sambekala, berhasil membangun patembayatan agung(menyatu) dengan masyarakat lingkungan, berhasil mewujudkan kesempurnaan batin, berhasil manunggal dengan atasan(penguasa) di dunia dan setelah meni9nggal diterima Allah Sang Pencipta serta mendapatkan sorga di akhirat nanti.
Adapun gambaran serta tahapan proses menuju sukses hidup versi manusia Jawa adalah sebagai berikut :
1)      Sukse Hidup Tahap I
Sukses hidup tahap pertama dimulai atau dipersiapkan sejak masa kanak-kanak hingga dewasa awal (sebelum menikah) lebih kurang usia 20-25 tahun. Proses disini banyak sedikitnya masih memerlukan campur tangan orang tua. Sedangkan wujud sukses bidang tahap I ini antara lain :
a.       Berhasil memiliki mental fisik yang baik
b.      Berhasil memiliki pengetahuan dasar. Dalam perkembangan selanjutnya minimal diharapkan berhasil tamat sekolah lanjutan, syukur sampai perguruan tinggi
c.       Berhasil membangun landasan keterampilan kerja
d.      Berhasil memiliki dan mengamalkan wawasan hidup sesuai adat budaya Jawa yang membesarkannya
e.       Berhasil memiliki landasan kemampuan olah batin dan olah kanuragan
2)      Sukses hidup tahap II
Sukses hidup tahap dua mulai diproses ketika yang bersangkutan menikah (berumah tangga), kemudian hidup mandiri sebagai keluarga baru terpisah dengan orang tua. Artinya, yang bersangkutan sudah melakukan usaha sendiri tanpa dukungan orang tua lagi. Wujud sukses hidup tahap II ini antara lain :
a.       Berhasil mempunyai keturunan(anak).
b.      Berhasil mengasuh dan mendidik anak dengan baik.
c.       Berhasil mempunyai mata pencaharian sendiri.
d.      Berhasil memiliki rumah sendiri.
e.       Berhasil mewujudkan kesejahteraan hidup dan ketemteraman keluarga.
3)      Sukses hidup tahap III
Sukses hidup tahap ketika dimulai ketika yang bersangkutan sudah membangun dan memiliki hubungan yang lebih luas dengan masyarakat. Wujud sukses hidup tahap III antara lain :
a.       Berhasil memiliki relasi cukup banyak dengan masyarakat luas
b.      Berhasil menduduki posisi penting dalam masyarakat.
c.       Berhasil memiliki jasa(prestasi) dan penghargaan dari masyarakat.
4)      Sukses hidup tahap IV
Sukses hidup tahap keempat mulai diproses ketika yang bersangkutan memiliki masa tua, lebih kurang usia empat pulih hingga empat puluh lima tahun. Wujud sukses tahap IV antara lain :
a.       Berhasil menyiapkan diri secara mental, fisik, dan rohani di dalam memasuki hari tua.
b.      Berhasil mewujudkan kemapanan di dalam bekerja, hidup berkeluarga, dan bermasyarakat.
c.       Berhasil menularkan kemampuan kepada keluarga dan masyarakat.
d.      Berhasil menyiapkan warisan berupa materi kepada anak-anaknya.
5)      Sukses hidup tahap V
Sukses hidup tahap kelima merupakan puncak dari prestasi hidup yang bersangkutan hingga waktunya dipanggil kehadirat Ilahi. Wujud sukses tahap V antara lain :
a.       Berhasil melakukan amal ibadah dengan baik dan benar sesuai ajaran agama yang dianutnya.
b.      Berhasil menjadi tua namun tetap berguna bagi keluarga dan masyarakat. Bukan menjadi tidak berguna seperti peribahasa : sepuh sepa tuwa tuwas.
c.       Berhasil memberikan tuntunan hidup dan suri taulanda yang baik bagi anak cucu dan masyarakat.
d.      Berhasil mewariskan ilmu, harta, dan agama kepada anak-anaknya.
e.       Berhasil mendapatkan kematian yang baik sesuai ajaran agama yang dianut serta nilai-nilai adat budaya yang membesarkannya.
Proses menuju sukses hidup orang Jawa cukup berat, panjang, dan berliku-liku. Karena pandangan mereka sukses hidup bukan sepotong keberhasilan pada fase tertentu saja. Sukse hidup yang menjadi orientasi orang Jawa bukanlah sekedar menjadi kaya, berpendidikan tinggi, jadi pejabat tinggi, disegani orang banyak, namun merupakan keberhasilan yang lengkap(multidimensional). Waktu yang digunakan mengukurpun juga cukup lama, dan bukan terfokus pada kesementaraan saja.
Sukses hidup dan keprihatinan hidup di Jawa sama halnya tujuan dan cara mewujudkan tujuan tersebut. Sebab, orang Jawa percaya melalui laku prihatin, lara lapa atau talak brata, akan membuahkan kesadaran dan kekuatan batin yang dahsyat sehingga yang bersangkutan mampu mbengkas reridhu, ngilangi pepalang, madhangake dalan, di dalam perjalanannya meraih sukses hidup yang didambakan. Setelah menjalani laku prihatin : “menikmati yang tidak enak, tidak menikmati yang enak, gembira dalam keprihatinan”, diharapkan manusia tidak akan mudah tergoda dengan daya tarik dunia dan terbentuk pandangan spiritual yang transenden. Dengan demikian tujuan laku prihatin dapat juga dikatakan untuk penyucian batin dan mencapai kesempurnaan ruh. Laku prihatin tak ubahnya latihan momor momot, nggendhong nyunggi beban kehidupan yang bukan alang kepalang beratnya. Laku prihatin adalah metode “pembajaan diri” orang Jawa yang memahami dan menjalani kehidupan tidak semata-mata mengandalkan penalaran dari apa yang tercerap mata wadhag belaka.
Meskipun demikian, laku prihatin belum menjamin sukses hidup seseorang. Persoalannya, banyak orang yang menjalani laku prihatin dengan tekun, intensif, dan terus menerus, namun menurut yang bersangkutan sukses hidup yang didambakan belum juga terwujud. Hal ini membuktikan bahwa sukses hidup yang dicita-citakan manusia sesungguhnya sangat luas, beragam, dan kompleks. Dan yang terpenting, harus pula diakui bahwa laku prihatin hanya merupakan salah satu jalan dari sek

1 komentar:

  1. Casino games | Dr.MCD
    Play Slots online for free or with 과천 출장안마 real money. We've got the best 광주광역 출장샵 games, the biggest 공주 출장안마 jackpots, best 남양주 출장샵 payouts and highest 부천 출장안마 RTPs.

    BalasHapus