Rabu, 08 juni 2016
Keberhasilan dan Keberuntungan
Sukses artinya keberhasilan. Maka, yang dimaksud dengan sukses
hidup tentunya adalah keberhasilan hidup. Yaitu kemampuan mewujudkan cita-cita
yang didambakan oleh manusia dalam menjalani kehidupannya di dunia. Termasuk
orang Jawa. Walaupun demikian, untuk mendefinisikan sukses itu sendiri cukup
rumit, karena perwujudan dan penilaian sukses sangat dipengaruhi oleh
pemahaman, profesi, serta orientasi atau cita-cita masing-masing individu yang
bersangkutan.
Demikian pula orang Jawa. Mereka memiliki pemahaman yang spesifik
mengenai keberhasilan hidup sesuai filosofi atau pandangan hidup serta
nilai-nilai budaya yang membesarkannya. Misalnya, mereka berpendapat bahwa
hasil (yang diperoleh dari sukses dan keberhasilan) adalah sesuatu yang sengaja
diciptakan melalui usaha nyata dengan penuh kesadaran, menggunakan konsep
tertentu, serta ditopang dengan “ongkos profesi” yang jelas. Pandangan ini
bersumber dari peribahasa: “jer basuki mawa beya”. Misalnya bercocok tanam
padi. Untuk mencapai sukses yang diharapkan, sejak menyeleksi benih hingga
panen yang berlanjut ke penjualan produksi si petani memerlukan bermacap
lelaku, teknik, serta biaya dengan besaran variatif. Sukses menanam padipun secara
kultur teknik diukur dari kualitas dan kuantitas padi per-satuan luas(hektar).
Adapun sukses menurut kriteria agribisnis adalah bagaimana menjual produk
dengan harga yang optimal sehingga memberikan keuntungan positif bagi
pelakunya.
Dengan demikian yang disebut sukses hidup atau keberhasilan hidup
diperoleh melalui proses perjuangan, atau pertarungan professional dengan
mencucurkan keringat, dan mungkin sampai berdarah-darah. Seperti unen-unen yang
banyak terdapat di Jawa : thenguk-thenguk nemu kethuk, ongkang-ongkang ketekan
lintang, ora watuh ora segu ketiban ndaru, adhang-adhang tumetesing bun,
njagakake endhoge si blorok, dan masih banyak lagi.
Sementara keberuntungan tak ubahnya orang yang diibaratkan
nyandhung cepaka sawakul. Meski
mendapatkan apa yang didambakan(rezeki, misalnya,), tetapi rezeki
tersebut diperolehnya bukan berasal dari hasil keringat sendiri, Cuma karena
hadiah, warisan, atau hibah. Atau yang bersifat negative seperti berjudi, beli
undian(lotere), menipu, korupsi, mencari pesugihan, dan lain-lain. Jadi,
keberhasilan cenderung diperoleh bukan dari aktifitas proaktif dari kerja yang
terukur, positif, dan halal, melainkan diperoleh secara spekulatif,
untung-untung, tanpa kerja keras, dan seringkali disertai unsure-unsur motivasi
negative.
Walaupun secara moral di Jawa terjadi perbedaan yang ekstrim antara
keberhasilan dan keberuntungan, realitasnya kedua cara itu sama-sama menjadi
orientasi dominan di masyarakat. Artinya, sukses atau keberhasilan yang
ditempuh dengan kerja keras memang dianut oleh sebagian besar orang, namun
semangat mengejar keberuntungan juga banyak diterapkan. Baik oleh penganut
paham pekerja keras maupun mereka yang lebih mengandalkan hidupnya dari factor
keberuntungan dalam bentuknya yang beraneka warna.
Orientasi Sukses
Setiap orang atau masyarakat memiliki pemahaman dan orientasi yang
berbeda-beda atau beragam mengenai sukses hidup serta wujud nyata dari apa dan
bagaimana yang disebut sukses hidup tersebut. Misalnya, sukses bagi seorang
petani tentu akan berbeda debgan sukses dimata seorang pejabar atau naraparaja.
Sukses menurut ukuran wiraswastawan tidak sama dengan sukses yang didambakan
oleh guru sekolah dasar.
Demikian pula sukses hidup di Jawa. Orientasi sukses sangat
beragam, tergantung pemahaman dan pendapat masing-masing individu. Apabila
diklasifikasi orientasi sukses orang Jawa dipengaruhi oleh sejumlah situasi
kondisi internal(pribadi) maupun eksternal(social budaya) yang sadar tidak
sadar telah dijadikan acuannya, yaitu : 1) pendidikan/intelektualitas, 2) lingkungan keluarga dekat, 3) agama dan
kepercayaan, 4) kondisi fisik, 5) alam lingkungan, 6) mata pencaharian,
7)system pemerintahan, 8)politik kolonialisasi. Penjelasan sebagai berikut :
1
Pendidikan dan
Intelektualitas
Pendidikan dan intelektualitas
seseorang sangat berpengaruh terhadap cita-cita dan sukses bidup yang ingin
direalisasikan. Akibar belum terbukanya pendidikan normal di Jawa(dan
Indonesia) pada masa-masa
prakemerdekaan, sebagian besar orang muda minim ilmu pengetahuan, minim
wawasan, minim keterampilan. Dalam kondisi seperti itu mereka benar-benar tidak
mampu dan tidak memiliki peluang untuk mengembangkan diri mencapai kehidupan
yang lebih baik, dalam arti menurut tolok ukur Jawa : drajat-pangkat-semat
dirinya meningkat. Dengan lambatnya perkembangan wawasan masyarakat tadi, maka
orientasi sukses yang didambakan tadi cenderung tidak neka-neka, atau
ngayawara, dan hanya bersifat samadya. Cukup menyesuaikan dengan modal dasar
yang dimiliki, maupun situasi kondisi terdekat yang berpengaruh dominan
terhadap dirinya. Bagi wong cilik, dengan modal tenaga kasar(otot fisik) saja,
maka sukses yang dicita-citakan sangatlah sederhana, seperti tersirat dalam
pribahasa : ana dina ana upa, ora obah ora mamah. Yaitu, bagaimana memperoleh pekerjaan
setiap hari untuk mencukupi kebutuhan dasar hidupnya sekeluarga. Bagi mereka,
suses hidup dipahami apabila dapat mempertahankan hidup dari hari ke hari;
bukan perminggu, perbulan, apalagi pertahun.
Sebenarnya merekapun jnuga punya harapan lebih tinggi, namun apa
daya tangan tak sampai. Memaksakan harapan diluar kemampuan sama halnya dengan
cebol anggayuh lintang. Artinya, mustahil terjadi, dan akan menambah
kesengsaraannya melulu. Misalnya keinginan itu terwujud pun jelas bukan karena
hasil kerja keras, melainkan perlu ditopang oleh keberuntungan serta dorongan
kekuatan lain(misalnya yang berasal dari dimensi alam gaib).
Meskipun demikian, karena setiap
manusia memiliki semangat untuk mancari kebahagiaan dan kepuasan hidup, maka
kalangan wong cilik yang berpendidikan, intelektualitas, dan wawasannya cumpen
inipun terus berusaha mencari peluang menggapai sukses hidup. Dalam arti
mengejar perbaikan hidup, termasuk memanfaatkan kemungkinan yang bernama
keberuntungan, ketika muncul peluang di hadapannya. Walaupun mungkin, peluang
tadi memiliki sisi negative, mereka kadang mengabaikan dan cenderung nekat
menerabas demi menghapus kesengsaraan yang diderita cukup lama di dunia.
Beberapa contoh kasus yang layak
diketengahkan, misalnya : dulu seorang pemuda anak petani banyak yang memilih
bekerja jadi tukang kuda di kerajaan (lingkungan kraton). Meskipun
penghasilannya tidak jauh berbeda dengan bertani, tetapi dengan menjadi
pekathik (tukang memelihara kuda) para priyayi/bangsawan, dia mempunyai peluang
untuk mendapat pekerjaan lebih meningkat (mialnya jadi prajurit). Di samping
itu, derajatnya pun dianggap naik karena menjadi bagian dari kekuasaan (kaum
ningrat), yang posisinya ibarat langit dan bumi disbanding petani. Padahal,
mungkin saja sampai tua dia hanya dijadikan pekathik, tidak pernah menerima
tugas lebih “tinggi” dari tukang pemelihara kuda.
Kesimpulannya, yang disebut sukses
hidup bagi mereka(wong cilik) yang tergolong miskin ilmu, miskin wawasan dan
pengalaman, antara lain : 1) dapat mempertahankan hidup setiap hari, 2)
memperoleh peningkatan strata kehidupan, khususnya mengenai perolehan materi,
sehingga dia terbebas dari kemiskinan dan kesengsaraan yang membelenggunya.
2)
Lingkungan
Keluarga Dekat
Pandangan hidup maupun sikap
perilaku seseorang mulai dibangun sejak masa kanak-kanak, seperti wawasan Tri
Pusatnya Ki Hajar Dewantara (keluarga-sekolah-masyarakat). Meskipun ketiga
pusat pembelajaran ini berpengaruh besar terhadap kepribadian seseorang, tetapi
pengaruh keluarga lebih dominan, sebab pada lingkungan keluarga dekat inilah
(rumah, ayah, inu, kakak-adik, dan mungkin kakek-nenek atau mungkijn paman dan
pakdhe) setiap anak dibesarkan hingga masa dewasa. Artinya, pandangan, sikap
hidup, pendapat dan perilaku, dari masing-masing individu dalam keluarga dekat
itu akan berpengaruh dan membentuk kepribadian serta pola piker setiap orang.
Mungkin, orientasi sukses tertuju kepada pola hidup yang ditempuh
sang kakak. Sukses menjadi sarjana, sukses bekerja di perusahaan multinasional,
sukses memperoleh istri cerdas dan cantik yang juga direktur perusahaan milik
orang tuanya, dan selanjutnya. Dengan kata lain, orientasi sukses sangat
mengimitasi kondisi ideal yang diidolakan dari saudara atau kerabat dekat.
Kesimpulannya, sukses hidup bagi mereka yang mempunyai kedekatan
dengan keluarga adalah : 1) berhasil merealisasikan nilai-nilai ideal yang
diwariskan ke dalam realitas kehidupan dirinya, 2) menyamai prestasi yang
dicapai keluarga dan kalau mungkin melebihinya.
3)
Agama dan
Kepercayaan
Agama dan kepercayaan juga mempunyai
pengaruh besar terhadap pemahaman dan wujud sukses hidup. Seseorang yang
mempunyai keimanan dan ketakwaan tinggi terhadap agama yang dianut, hamper
tidak mungkin melakukan tindak perbuatan di luar norma ajaran yang diyakini.
Dalam memilih bidang pekerjaan saja dia akan selalu mempertimbangkan dengan
cermat, apakah sesuai atau tidak dengan ajaran agama yang dianutnya.
Sukses hidup bagi orang islam adalah
: 1) berhasil menjalankan syariat agamanya dengan baik dan benar, 2) apapun
pekerjaan (profesi) yang dijalani, seluruh tindak perbuatannya tidak sampai
melanggar larangan agama, 3) berhasil membantu menyiarkan islam kepada
masyarakat.
4)
Kondisi Fisik
Mungkin, sekali waaktu kita pernah
bertanya-tanya. Apa yang menjadi cita-cita orang buta, orang tuli, dan
orang-orang yang memiliki cacat tetap lainnya? Kalau jawabannya adalah dia
ingin sembuh dari kecacatannya, boleh dibilang jawaban itu agak ngayawara.
Soalnya, cacat tetap atau cacat bawaan sejak lahir sulit diobati, kalau tidak
boleh dibilang mustahil disembuhkan. Maka, jika dia ngotot ingin sembuh (namun
kenyataannya sulit tercapai), besar kemungkinan dirinya akan mengalami stress
karena apa yang diharapkan tidak kunjung dating. Karena itulah, kecacatan orang
sangat berpengaruh terhadap cita-cita hidupnya. Realitasnya hamper tidak
mungkin orang buta berharap jadi pegawai negeri, seorang lumpuh sejak sejak
bayi mustahil punya keinginan jadi ABRI atau polisi. Artinya, mau tidak mau dia
harus menyesuaikan cita-cita hidupnya berdasarkan kasunyatan yang ada.
Misalnya, seorang buta dapat berkeluarga, punya anak, dan hidup mandiri, sudah
merupakan karunia ilahi yang harus disyukuri.
Kesimpulannya, sukses hidup bagi
orang-orang yang mengalami cacat tetap antara lain : 1) memperolleh penghargaan
yang wajar (tidak direndahkan atau dikucilkan) oleh masyarakat, 2) berhasil
memiliki ilmu dan keterampilan untuk bekal kerja sesuai dengan kondisi
fisiknya, 3) dapat menjalani kehidupan sebagaimana orang lainj di dalam
masyarakat.
5)
Alam Lingkungan
Alam lingkungan juga berpengaruh
terhadap kejiwaan dan pandangan hidup masyarakatnya mengenai yang disebut
sukses hidup. Jadi, orientasi sukses yang dipengaruhi oleh pandangan mengenai
alam lingkungan, antara lain : 1) berhasil menemukan celah di dalam membangun
kehidupan baru baik di kampong halaman sendiri ataupun di daerah lain, 2)
berhasil mengalahkan(menakhlukkan) alam lingkungan yang tidak bersahabat.
6)
Mata
Pencaharian
Mengubah kondisi dan prestasi hidup, apalagi meningkatkannya,
merupakan pekerjaan yang cukup sulit. Contohnya seorang tukang bakso keliling.
Karena usia makin tua dia ingin buka warung bakso menetap. Keinginan tersebut
mudah dibayangkan, namun sulit diwujudkan. Antara lain karena dirinya belum
pernah belajar dan mengalami buka warung bakso menetap, di samping selama ini
dialah yang mendatangi pembeli, bukan pembeli mendatangi dagangannya.
Kesimpulannya, ketika seseorang telah memiliki menjalani kehidupan
professional tertentu sebagai mata pencaharian tunggal, maka pandangan mengenai
sukses hidup akan sangat dipengaruhi oleh nilai tradisi yang berlaku dalam
profesinya. Antara lain : 1) ukuran sukses hidup dikaitkan dengan sukses
profesi(pekerjaan, 2) sukses ditopang oleh meningkatnya derajat seseorang,
misalnya dari rakyat biasa kemudian memperoleh gelar sebagai abdi Negara.
7)
System
Pemerintahan
Berabad-abad lalu hingga lahirnya
NKRI, tata pemerintahan di Jawa adalah aristokrasi(kerajaan). Pada system ini,
keberadaan rakyat benar-benar hanya hanya “numpang hidup” atau nunut kamukten
karena pemilik dan pemegang kekuasaan waktu itu adalah raja, dibantu oleh
pejabat narapraja yang menjadi pelaksana kekuasaan sampai di tingkat bawah. Terlebih
lagi kerajaan di Jawa pra-Mataram Islam masih menganut Hindu-Budha sebagai
agama Negara. Di mana di dalam paham Hindu derajat manusia terbagi menjadi
kasta : brahmana(pendeta), ksatria(raja/prajurit), wesia(tukang/pekerja), dan
sudra sebagai kasta terendah. Dalam pandangan Hindu orang sudra tidak mungkin
masuk golongan ksatria dan brahmana. Sampai kapanpun setelah dewasa nyaris
tidak mungkin menikah dengan orang selain dari kasta sudra.
Kesimpulannya, orientasi sukses orang jawa di masa lalu dan banyak
tercermin dalam ajaran kejawen maupun nasehat/peribahasa antara lain
menunjukkan cirri-ciri antara lain : 1) sukses hidup adalah keberhasilan
mencapai derajat yang lebih tinggi, 2) memperoleh kecupukupan materi bukan saja
untuk mencukupi kebutuhan hidup melainkan untuk menaikkan derajat serta
kewibawaan pribadi, 3) berhasil memperoleh posisi(hidup) di kalangan “atas”.
8)
Politik
Kolonisasi
Lebih kurang tiga setengah abad,
Jawa(Indonesia) dijajah oleh portugis, Belanda, Inggris, dan Jepang, dan baru
benar-benar bebas dari penjajahan sejak 1945. Klolonialisasi selama itu cukup
besar pengaruhnya terhadap seluruh sendi kehidupan orang Jawa. Ucapan ndara
kepada para bangsawan dan narapraja, serta NdaraTuwan kepada Belanda, menunjukkan
betapa rendah posisi rakyat Jawa waktu itu. Cengkeraman penjajah yang cukup
lama nyaris membenamkan banyak orientasi nilai dan cita-cita hidup orang Jawa.
Semua potensinya dirinya nyaris dikonsentrasikan untuk memperkuat ketahanan
mental pribadi menghadapi buruknya kondisi hidup yang dialami dari ke hari.
Kesimpulannya, sebagai manusia terjajah, orang Jawa waktu itu
memiliki orientasi sukses hidup antara lain : 1) lolos dari kemiskinan yang
diderita, 2) mempunyai matapencaharian tetap, 3) menjadi bagian dari penguasa
atau Negara.
Sukses Hidup
Orientasi-orientasi sukses hidup manusia Jawa(baik di masa lampau
hingga masa kini) secara general. Yaitu, berhasil menjadi manusia unggul,
hidupnya atem tentrem nir ing sambekala, berhasil membangun patembayatan
agung(menyatu) dengan masyarakat lingkungan, berhasil mewujudkan kesempurnaan
batin, berhasil manunggal dengan atasan(penguasa) di dunia dan setelah
meni9nggal diterima Allah Sang Pencipta serta mendapatkan sorga di akhirat
nanti.
Adapun gambaran serta tahapan proses menuju sukses hidup versi
manusia Jawa adalah sebagai berikut :
1)
Sukse Hidup
Tahap I
Sukses hidup tahap pertama dimulai
atau dipersiapkan sejak masa kanak-kanak hingga dewasa awal (sebelum menikah)
lebih kurang usia 20-25 tahun. Proses disini banyak sedikitnya masih memerlukan
campur tangan orang tua. Sedangkan wujud sukses bidang tahap I ini antara lain
:
a.
Berhasil
memiliki mental fisik yang baik
b.
Berhasil
memiliki pengetahuan dasar. Dalam perkembangan selanjutnya minimal diharapkan
berhasil tamat sekolah lanjutan, syukur sampai perguruan tinggi
c.
Berhasil
membangun landasan keterampilan kerja
d.
Berhasil
memiliki dan mengamalkan wawasan hidup sesuai adat budaya Jawa yang
membesarkannya
e.
Berhasil
memiliki landasan kemampuan olah batin dan olah kanuragan
2)
Sukses hidup
tahap II
Sukses hidup tahap dua mulai
diproses ketika yang bersangkutan menikah (berumah tangga), kemudian hidup
mandiri sebagai keluarga baru terpisah dengan orang tua. Artinya, yang
bersangkutan sudah melakukan usaha sendiri tanpa dukungan orang tua lagi. Wujud
sukses hidup tahap II ini antara lain :
a.
Berhasil
mempunyai keturunan(anak).
b.
Berhasil
mengasuh dan mendidik anak dengan baik.
c.
Berhasil
mempunyai mata pencaharian sendiri.
d.
Berhasil
memiliki rumah sendiri.
e.
Berhasil
mewujudkan kesejahteraan hidup dan ketemteraman keluarga.
3)
Sukses hidup
tahap III
Sukses hidup tahap ketika dimulai
ketika yang bersangkutan sudah membangun dan memiliki hubungan yang lebih luas
dengan masyarakat. Wujud sukses hidup tahap III antara lain :
a.
Berhasil
memiliki relasi cukup banyak dengan masyarakat luas
b.
Berhasil
menduduki posisi penting dalam masyarakat.
c.
Berhasil
memiliki jasa(prestasi) dan penghargaan dari masyarakat.
4)
Sukses hidup
tahap IV
Sukses hidup tahap keempat mulai
diproses ketika yang bersangkutan memiliki masa tua, lebih kurang usia empat
pulih hingga empat puluh lima tahun. Wujud sukses tahap IV antara lain :
a.
Berhasil
menyiapkan diri secara mental, fisik, dan rohani di dalam memasuki hari tua.
b.
Berhasil
mewujudkan kemapanan di dalam bekerja, hidup berkeluarga, dan bermasyarakat.
c.
Berhasil
menularkan kemampuan kepada keluarga dan masyarakat.
d.
Berhasil
menyiapkan warisan berupa materi kepada anak-anaknya.
5)
Sukses hidup
tahap V
Sukses hidup tahap kelima merupakan
puncak dari prestasi hidup yang bersangkutan hingga waktunya dipanggil kehadirat
Ilahi. Wujud sukses tahap V antara lain :
a.
Berhasil
melakukan amal ibadah dengan baik dan benar sesuai ajaran agama yang dianutnya.
b.
Berhasil
menjadi tua namun tetap berguna bagi keluarga dan masyarakat. Bukan menjadi
tidak berguna seperti peribahasa : sepuh sepa tuwa tuwas.
c.
Berhasil
memberikan tuntunan hidup dan suri taulanda yang baik bagi anak cucu dan
masyarakat.
d.
Berhasil
mewariskan ilmu, harta, dan agama kepada anak-anaknya.
e.
Berhasil
mendapatkan kematian yang baik sesuai ajaran agama yang dianut serta
nilai-nilai adat budaya yang membesarkannya.
Proses menuju sukses hidup orang Jawa cukup berat, panjang, dan
berliku-liku. Karena pandangan mereka sukses hidup bukan sepotong keberhasilan
pada fase tertentu saja. Sukse hidup yang menjadi orientasi orang Jawa bukanlah
sekedar menjadi kaya, berpendidikan tinggi, jadi pejabat tinggi, disegani orang
banyak, namun merupakan keberhasilan yang lengkap(multidimensional). Waktu yang
digunakan mengukurpun juga cukup lama, dan bukan terfokus pada kesementaraan saja.
Sukses hidup dan keprihatinan hidup di Jawa sama halnya tujuan dan
cara mewujudkan tujuan tersebut. Sebab, orang Jawa percaya melalui laku
prihatin, lara lapa atau talak brata, akan membuahkan kesadaran dan kekuatan
batin yang dahsyat sehingga yang bersangkutan mampu mbengkas reridhu, ngilangi
pepalang, madhangake dalan, di dalam perjalanannya meraih sukses hidup yang
didambakan. Setelah menjalani laku prihatin : “menikmati yang tidak enak, tidak
menikmati yang enak, gembira dalam keprihatinan”, diharapkan manusia tidak akan
mudah tergoda dengan daya tarik dunia dan terbentuk pandangan spiritual yang
transenden. Dengan demikian tujuan laku prihatin dapat juga dikatakan untuk
penyucian batin dan mencapai kesempurnaan ruh. Laku prihatin tak ubahnya
latihan momor momot, nggendhong nyunggi beban kehidupan yang bukan alang
kepalang beratnya. Laku prihatin adalah metode “pembajaan diri” orang Jawa yang
memahami dan menjalani kehidupan tidak semata-mata mengandalkan penalaran dari
apa yang tercerap mata wadhag belaka.
Meskipun
demikian, laku prihatin belum menjamin sukses hidup seseorang. Persoalannya,
banyak orang yang menjalani laku prihatin dengan tekun, intensif, dan terus
menerus, namun menurut yang bersangkutan sukses hidup yang didambakan belum
juga terwujud. Hal ini membuktikan bahwa sukses hidup yang dicita-citakan
manusia sesungguhnya sangat luas, beragam, dan kompleks. Dan yang terpenting,
harus pula diakui bahwa laku prihatin hanya merupakan salah satu jalan dari sek
Casino games | Dr.MCD
BalasHapusPlay Slots online for free or with 과천 출장안마 real money. We've got the best 광주광역 출장샵 games, the biggest 공주 출장안마 jackpots, best 남양주 출장샵 payouts and highest 부천 출장안마 RTPs.