Antologi
puisi 12 penyair teater magnit ngawi, 2013
SUARA
KALBU
Ranting pohon itu berayun
Tidak henti-henti berkhayal
Lembaran daun berlari
Barangkali memang ada harapan
Sebuah benih menguncup
Tarian kalbu menelusup
Dalam hidup
Pasti pernah redup
Dinding yang putih
Tak selamanya putih
Lantai yang bersih
Tak pula selalu bersih
Disepanjang jalan terkapar
Reruntuhan merentang disetiap sudut
Barangkali
Penjelajah menguji nyali
Seandainya aku serangga
Kan kutinggalkan sarang tua
Menyemaikan taman surga
Sebelum akhirnya
Kembali terlempar ke jalan lama
Ngawi,
2013
ALAM
Disana milik siapa?
Pohon-pohon yang melambai
Irama burung yang berkicau
Lekuk ulat yang melata
Ikan yang berkecipak di telaga
Aku merasa milikMu yang indah
Membuatku menjadi hidup
Setiap kuhirup kembali oksigen
Dengan mengeluarkan karbondioksida
Mengalir dalam stomata
Memperlancar fotosintesa kehidupan
Menumbuhsuburkan zaman
Hingga berabad lampau lamanya
Juni, 2013
PUKUL
20.00
Sudahkah kau terlelap?
Menyelami malam yang masih dianggap sore
Oleh pujangga kota ini
Seketika suara serangga meletup ditelingaku
Tak henti-hentinya berkicau
Laksana burung dipagi hari
Sampai kapan ia akan menyembunyikan oroknya?
Lelah
Letih
Tidakkah ia rasakan?
Tapi kau begitu saja lenyap dibalik kesunyian
malam ini
Sedang aku masih tunduk pada ketukan jam yang
berdetak didinding
Jangan padamkan lampu itu!!!
Karena aku masih termenung dalam badai
penantian
Juni, 2013
RINTIHAN
MAWAR
Harus dengan apa kusampaikan
Setiap kata berdarah ini
Bintang dikesunyian itu
Tak lagi menembus celah hatiku
Kabut di pagi hari begitu padat,
Dan tak mau melepas sejenak
Aku tak begitu tahu
Apa kau merindukan harum mawarmu?
Ya, mawar yang telah kau semaikan
Setahun yang lalu
Setiap denting jarum jam berlalu
Nuraniku menerka
Kubiarkan tubuh ini beku
Namun, selalu saja kau tak tahu
Kala cakrawala memenjara kerinduanku
Aku tahu kau selalu ingin aku tersenyum
Dan tidak menangis karena semua ini
Tetapi aku tak mampu menyembunyikan
Angina yang sekarang menerbangkan rindu
Di balik lembah itu
Juni, 2013