KHOTIMATUL AMINAH
adalah mahasiswa Sastra Jawa di Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta. Ia lahir pada tanggal 17 November 1996. Memulai pendidikan Sekolah Dasar di SDN Purwosari 2, Sekolah Menengah Pertama di SMP N 1 Kawadungan, kemudian ia melanjutkan studinya di Madrasah Aliyah Negeri Ngawi. Dibangku Madrasah ia mengenal sosok guru inspiratif yang juga seorang seniman sekaligus Sastrawan yaitu Kusprihyanto Namma. Kemudian ia mengikuti Kelompok Kerja Theater Magnit Ngawi dibawah bimbingan Kusprihyanto Namma. Di bangku inilah Khotimatul Aminah memulai belajar menulis dan bertheater. Ia pernah bermain di berbagai pementasan theater. Puisinya pernah dimuat di Majalah Alur DKS Surabaya, dan ia aktif mengantologikan puisinya bersama penyair dari anggota Magnit yang lainnya. Antologi puisinya ialah Potret Bisu dan Sajak Rindu.
Selasa, 18 Oktober 2016
KOLOFON NASKAH
TELAAH
NASKAH JAWA KLASIK
ANALISIS KOLOFON YANG TERDAPAT PADA
NASKAH JAWA
SERAT
NGUSULBIYAH LAN SAPANUNGGILANIPUN,
YASAN
DALEM KANGJENG RATU MAS BLITAR RP.348 DAN SULUK MUSAWARATAN RP.332.1
TUGAS
Pengampu : Drs. Supana, M.Hum.
Disusun oleh :
Khotimatul Aminah( C0114033)
PROGRAM STUDI SASTRA DAERAH UNTUK SASTRA JAWA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
TAHUN 2016
1. Analisis kolofon naskah serat
Ngusulbiyah lan Sapanunggilanipun, Yasan Dalem Kangjeng Ratu Mas Blitar(RP.348).
a. Tujuan
isi teks
Isi teks di dalam naskah ini menceritakan tentang sejarah islam dan teologi, dimulai dengan petunjuk Allah kepada nabi Muhammad sebelum turun ke dalam dunia, puisi fokus pada pertemuan nabi baru turun di Mekah dengan rajanya , Nabi Isa ( jesus ).
b. Analisis Kolofon
Nomor
Katalog : RP 348
Judul
Naskah : Serat Ngusulbiyah lan
Sapanunggilanipun, Yasan
Dalem Kangjeng Ratu Mas Blitar
Jam : -
Hari : Senin
Pancawara : Kaliwon
Sadwara : -
Saptawara : Soma
Wuku : -
Tanggal : Sekawan(4)
Bulan : Dumadilakir
Mangsa : Kapitu
Tahun : Eje(je)
Windu : -
Nama
Pengarang : anonymous dan Kangjeng
Ratu Mas Blitar
Nama
Penyalin : Pamijen Kasepuhan
Tempat
Penyalinan : Kartasura
Candrasengkala : Sagara Panca Kawayang Ingrat
(1654J/1732M)
2. Analisis kolofon naskah Suluk
Musawarat(RP.322.1).
a. Tujuan
Isi Teks
Isi teks di dalam naskah ini menceritakan tentang musawarah dan perdebatan 8 wali yang membahas tentang tauhid, tekad, kewaspadaan, dan tentang ilmu kemakrifatan Seh Siti Jenar.
b. Analisis Kolofon
Nomor Katalog : RP 332.1
Judul Naskah : Suluk Musawaratan
Jam : -
Hari : Kamis malem Jumat
Pancawara : -
Sadwara : -
Saptawara : -
Wuku : -
Tanggal : Lima(5)
Bulan : Ramelan
Mangsa : -
Tahun : aksara widik
Windu : -
Nama Pengarang : Ranggawarsita
Nama Penyalin : Semantri
Tempat Penyalinan : Surakarta
Candrasengkala : gati kula ngesthi rama(1815)
Kearifan Drama Jawa
ASPEK KEARIFAN LOKAL PADA DRAMA
JAWA
Oleh : Khotimatul Aminah
(4/10/16)
Sejak
jaman dahulu Indonesia terkenal dengan kebudayaannya yang beranekaragam. Hampir
disetiap daerah mempunyai kegiatan kebudayaan yang berbeda antara yang satu
dengan yang lainnya. Keberagaman
budaya tercermin dalam nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan
masyarakat, diantaranya nilai kerjasama atau gotong royong. Hal ini sesuai
dengan pendapat Niode(2007:51) pada dasarnya nilai-nlai budaya terdiri dari;
nilai yang menentukan identitas sesuatu, nilai ekonomi yang merupakan utilitas kegunaan, nilai agama yang
berbentuk kedudukan, nilai seni yang menjelaskan keekspresian, nilai solidaritas
yang menjelma dalam cinta, persahabatan, dan lain-lain. Berdasarkan pendapat
tersebut dapat disimpulkan bahwa budaya memiliki kekayaan nilai pemersatu, penyelaras,
sekaligus terdapat unsur education
terhadap pelakunya yang disebut kearifan lokal. Kearifan lokal ini diturunkan
secara turun temurun dan mengalami perkembangan sesuai perikehidupan dan
kebudayaan masyarakat lokal. Kearifan lokal dapat ditemui salah satunya adalah seni
drama Jawa.
Membicarakan seni drama tidak bisa
lepas dengan theater. Kasim Achmad dalam bukunya Mengenal
Teater Tradisional di Indonesia (2006) mengatakan, sejarah teater tradisional
di Indonesia dimulai sejak sebelum Zaman Hindu. Pada zaman itu, ada tanda-tanda
bahwa unsur-unsur teater tradisional banyak digunakan untuk mendukung upacara
ritual. Teater tradisional merupakan bagian dari suatu upacara keagamaan
ataupun upacara adat-istiadat dalam tata cara kehidupan masyarakat kita. Pada
saat itu, yang disebut “teater”, sebenarnya baru merupakan unsur-unsur teater,
dan belum merupakan suatu bentuk kesatuan teater yang utuh. Setelah melepaskan
diri dari kaitan upacara, unsur-unsur teater tersebut membentuk suatu seni
pertunjukan yang lahir dari spontanitas rakyat dalam masyarakat lingkungannya.
Terkait dengan kearifan lokal yang
terdapat pada drama Jawa, erat hubungannya dengan ritual agama. Memiliki nilai
sakral. Bahwa teater memiliki potensi menghibur tak menjadikan teater hanya
semata hiburan. Dalam tradisi, teatar memiliki fungsi penting di dalam berbagai
aspek kehidupan. Sebagai terapi sosial. Sebagai pelaras harmoni. Sebagai juru
bicara. Sebagai pendidikan moral. Dan sebagai ilmu. Teater bukan hanya tempat
bermain, tetapi juga padepokan atau tempat bertapa(Putu Wijaya, Kuliah Umum:2009). Mengikuti tontonan
tradisi adalah terlibat dalam upacara yang tak mungkin tanpa kesertaan batin. Teater
tradisi, memberikan pengalaman batin baik kepada penonton dan pelakunya.
Benda-benda yang dipakai, bukan hanya barang tetapi juga adalah pelaku yang
memiliki jiwa dan kehendak. Diajak berdialog dan diperlakukan dengan hormat.
Tidak bisa dipungkiri kenyataanya bahwa,
theater tradisi selalu berjalan lurus dengan kesenian yang notabenenya adalah suatu
mahakarya dari senimannya. Seni terlahir dari apa yang hidup dan tumbuh di
sekeliling kehidupan senimannya: bumi yang dipijaknya, masyarakat di
sekitarnya, bangsa dan negaranya, kehidupan sosial politis yang melingkunginya,
sejarahnya, semangat, serta cita-cita zamannya(wisata theater:2011). Setiap hal
yang disuarakan dalam suatu karya seni adalah apa yang tumbuh bergejolak dalam
lingkungan masyarakatnya melalui pemikiran dan kerja senimannya. Jadi, seniman
adalah corong dari masyarakat dan zamannya. Kebebasan dalam
seni sesungguhnya menuntut adanya sebentuk tanggung jawab. Tanggung jawab terhadap
dirinya sendiri maupun terhadap masyarakat dan zamannya, karena manusia pada
dasarnya memiliki kecenderungan kepada kebenaran dan kebaikan(wisata
theater:2011).
Oleh karena itu, seni sering berkaitan erat dengan masalah
moralitas. Seperti kata Hudson (1913:226) ”art is vitally connected with
morality”. Seni yang sejati hanya bisa tumbuh atas kewajaran dan kejujuran;
jujur menurut kenyataan jiwanya, dan wajar menurut kenyataan situasi dirinya
serta lingkungannya.
Sebagai karya seni, drama Jawa pun memperjuangkan
nilai-nilai kemanusiaan serta permasalahan manusia. Aspek-aspek kejiwaan,
masalah sosial, keagamaan, metafisika, politik, dan hak-hak azasi manusia
merupakan daerah pembicaraan drama. Jika kita sadar, maka
pemasalahan-permasalahan seperti itulah yang sesungguhnya menjadi visi dan esensi
sebuah pertunjukan teater.
Langganan:
Postingan (Atom)