ASPEK KEARIFAN LOKAL PADA DRAMA
JAWA
Oleh : Khotimatul Aminah
(4/10/16)
Sejak
jaman dahulu Indonesia terkenal dengan kebudayaannya yang beranekaragam. Hampir
disetiap daerah mempunyai kegiatan kebudayaan yang berbeda antara yang satu
dengan yang lainnya. Keberagaman
budaya tercermin dalam nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan
masyarakat, diantaranya nilai kerjasama atau gotong royong. Hal ini sesuai
dengan pendapat Niode(2007:51) pada dasarnya nilai-nlai budaya terdiri dari;
nilai yang menentukan identitas sesuatu, nilai ekonomi yang merupakan utilitas kegunaan, nilai agama yang
berbentuk kedudukan, nilai seni yang menjelaskan keekspresian, nilai solidaritas
yang menjelma dalam cinta, persahabatan, dan lain-lain. Berdasarkan pendapat
tersebut dapat disimpulkan bahwa budaya memiliki kekayaan nilai pemersatu, penyelaras,
sekaligus terdapat unsur education
terhadap pelakunya yang disebut kearifan lokal. Kearifan lokal ini diturunkan
secara turun temurun dan mengalami perkembangan sesuai perikehidupan dan
kebudayaan masyarakat lokal. Kearifan lokal dapat ditemui salah satunya adalah seni
drama Jawa.
Membicarakan seni drama tidak bisa
lepas dengan theater. Kasim Achmad dalam bukunya Mengenal
Teater Tradisional di Indonesia (2006) mengatakan, sejarah teater tradisional
di Indonesia dimulai sejak sebelum Zaman Hindu. Pada zaman itu, ada tanda-tanda
bahwa unsur-unsur teater tradisional banyak digunakan untuk mendukung upacara
ritual. Teater tradisional merupakan bagian dari suatu upacara keagamaan
ataupun upacara adat-istiadat dalam tata cara kehidupan masyarakat kita. Pada
saat itu, yang disebut “teater”, sebenarnya baru merupakan unsur-unsur teater,
dan belum merupakan suatu bentuk kesatuan teater yang utuh. Setelah melepaskan
diri dari kaitan upacara, unsur-unsur teater tersebut membentuk suatu seni
pertunjukan yang lahir dari spontanitas rakyat dalam masyarakat lingkungannya.
Terkait dengan kearifan lokal yang
terdapat pada drama Jawa, erat hubungannya dengan ritual agama. Memiliki nilai
sakral. Bahwa teater memiliki potensi menghibur tak menjadikan teater hanya
semata hiburan. Dalam tradisi, teatar memiliki fungsi penting di dalam berbagai
aspek kehidupan. Sebagai terapi sosial. Sebagai pelaras harmoni. Sebagai juru
bicara. Sebagai pendidikan moral. Dan sebagai ilmu. Teater bukan hanya tempat
bermain, tetapi juga padepokan atau tempat bertapa(Putu Wijaya, Kuliah Umum:2009). Mengikuti tontonan
tradisi adalah terlibat dalam upacara yang tak mungkin tanpa kesertaan batin. Teater
tradisi, memberikan pengalaman batin baik kepada penonton dan pelakunya.
Benda-benda yang dipakai, bukan hanya barang tetapi juga adalah pelaku yang
memiliki jiwa dan kehendak. Diajak berdialog dan diperlakukan dengan hormat.
Tidak bisa dipungkiri kenyataanya bahwa,
theater tradisi selalu berjalan lurus dengan kesenian yang notabenenya adalah suatu
mahakarya dari senimannya. Seni terlahir dari apa yang hidup dan tumbuh di
sekeliling kehidupan senimannya: bumi yang dipijaknya, masyarakat di
sekitarnya, bangsa dan negaranya, kehidupan sosial politis yang melingkunginya,
sejarahnya, semangat, serta cita-cita zamannya(wisata theater:2011). Setiap hal
yang disuarakan dalam suatu karya seni adalah apa yang tumbuh bergejolak dalam
lingkungan masyarakatnya melalui pemikiran dan kerja senimannya. Jadi, seniman
adalah corong dari masyarakat dan zamannya. Kebebasan dalam
seni sesungguhnya menuntut adanya sebentuk tanggung jawab. Tanggung jawab terhadap
dirinya sendiri maupun terhadap masyarakat dan zamannya, karena manusia pada
dasarnya memiliki kecenderungan kepada kebenaran dan kebaikan(wisata
theater:2011).
Oleh karena itu, seni sering berkaitan erat dengan masalah
moralitas. Seperti kata Hudson (1913:226) ”art is vitally connected with
morality”. Seni yang sejati hanya bisa tumbuh atas kewajaran dan kejujuran;
jujur menurut kenyataan jiwanya, dan wajar menurut kenyataan situasi dirinya
serta lingkungannya.
Sebagai karya seni, drama Jawa pun memperjuangkan
nilai-nilai kemanusiaan serta permasalahan manusia. Aspek-aspek kejiwaan,
masalah sosial, keagamaan, metafisika, politik, dan hak-hak azasi manusia
merupakan daerah pembicaraan drama. Jika kita sadar, maka
pemasalahan-permasalahan seperti itulah yang sesungguhnya menjadi visi dan esensi
sebuah pertunjukan teater.
(y)
BalasHapus