Senin, 13 Juni 2016

ANALISIS TEKS KAKAWIN RAMAYANA SARGA XXI EPISODE: “PEPERANGAN DHUMRAKSA DENGAN HANUMAN” TUGAS



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Naskah merupakan bentuk konkret dari teks. Naskah merupakan salah satu objek kajian filologi. Menurut Djamaris dalam Eny Kusumastuti Damayanti (2000 : 8) Naskah adalah semua peninggalan tertulis nenek moyang pada kertas, lontar, kulit kayu, dan rotan. Naskah Kuno yang dalam dunia filologi biasa disebut manuscript, biasanya ditulis tangan dengan menggunakan berbagai bahan, bisa kayu, lontar, kulit hewan atau tumbuhan, dan juga kertas.
Kakawin: Rāmāyaṇa adalah kakawin (syair) berisi cerita Ramayana. Ditulis dalam bentuk tembang berbahasa Jawa Kuna, diduga dibuat di Mataram Hindu pada masa pemerintahan Dyah Balitung sekitar tahun 820-832 Saka atau sekitar tahun 870 M. Kakawin ini disebut-sebut sebagai adikakawin karena dianggap yang pertama, terpanjang, dan terindah gaya bahasanya dari periode Hindu-Jawa. Kakawin Ramayana menjadi Kakawin paling populer pada masa itu. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya salinan yang bisa diselamatkan. Padahal Kakawin ini sangat panjang hingga memerlukan waktu yang panjang untuk menyalinnya.(Zoetmulder, 1983; 277).
Menyinggung mengenai isi Teks dari Kakawin Ramayana, khususnya kakawin Ramayana (RP 272) yang berada di Perpustakaan Museum Radyapustaka, bahwa pada umumnya Teks Ramayana ini berisi mengenai kisah cinta dari tokoh Rama dan Sita yang terdiri dari 26 Sarga dan 7 kanda (Balakanda, Ayodhyakanda, Aranyakanda, Kiskindhakanda, Sundarakanda, Yuddhakanda, Uttarakanda). Namun dalam penelitian ini penulis tidak akan menganalisis kakawin Ramayana secara keseluruhan, melainkan hanya menganalisis episode “peperangan Dhumraksa dengan Hanoman” yang ceritanya terdapat pada Sarga ke 21 khususnya pada padha 177-185. Karena dalam bait ini terdapat nilai moral yang dapat kita petik sebagai pembelajaran hidup. Dhumraksa yang merupakan tokoh jahat pengikut Dasamuka mampu dikalahkan oleh Hanoman ketika peperangan.
B.     Rumusan Masalah
a.       Bagaimana gambaran secara lengkap mengenai kakawin Ramayana Sarga 21 padha 177-185?
b.      Apa inti cerita dan local genius yang terdapat pada kakawin Ramayana Sarga 21 padha 177-185?

C.    Tujuan
a.       Menggambarkan cerita secara lengkap mengenai kakawin Ramayana Sarga 21 padha 177-185
b.      Menjelaskan inti cerita dan local genius yang terdapat pada kakawin Ramayana Sarga 21 padha 177-185












BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sajian Data
1.      Teks Asli
177.     Angséh san Pawabasuta praharsacitta. Sambut tan watu sagunun makas malandep. R-undonde tanan I tenen kiwan makanjar.
178.     Dhumraksoddhata umaso mesat lumumpat. Sakrodhan pamalu maluy ta ye rathanya. Tar kagyat san Anilaputra yar dinanda. Tar polah tar alara tar tular tatar kol.
179.     Dhumraksamalu umaluy malih ya kontal. San pinrih pinalu pi nirwikara dhira. Lilatah makinamiwir dadan dinanda. Mahyun rin yaca umaha mahom siren pran.
180.     Sanka yan lagi ginada madan ta mundur. Yekansonira wekasan wawan mamandem. Dhumraksan winatu metu n katunkabuddhi. Tan dhiromilag atakut kena kanina.
181.     Selagnyan kena ta rathanya cirna curna. Bhasmibhuta matemahan hawu n pinamdem. Tatan Iwir keda si Wrekasya kasyasih syuh. De san Maruti mati ya tenuhh awaknya.
182.     Dhumraksomari marathomaso masenhit. Dandatah ja ta pinakayudhen rananga.     Saglisnyan pamalu siren Marutsutamrih. Humren mamrigigih alah humon ikan twas.
183.     Sang Baywatmaja sira tar calan dinanda. Nda tan jrih pinalu maso maluy tayolap. “Tan neh yan henenakeneki hinacakti”. Na lin san Pawanasutar sikep sukunya.

184.     Sampunyan kasikep inirkanenn inandul. Kangek yen watu karepa remuk wehannya. Tungak teka rahu-rahunya puh hatinja. Rah wunkal makabelebek sake tutuknya.
185.     Dhumraksa ksanika huripnya yeka lunha. Hahacabda haruharalayu n watek wwil.  Mahya hyan mamuji wijah manadhukara. Dewe rin gagana mulat  praharsini kweh.
2.      Terjemahan
177.  Madju sang Hanuman (dengan) sangat girang hati. Mengambil batu sebukit (besarnja), keras, tadjam. Dikeatas-ataskan di tangan kanan, jang kiri menandak; lengannja besar ja lah digetar-getarkan sebagai gerak daun (muda).

178.  Dhumraksa giat madju melesat melontjat, dengan marah memukul, (lalu) kembali ke keretanja. Tak terkedjut sang Hanuman dipukul, tak bergerak, tak sakit, tak pindah (dari tempatnja) tak masam (mukanja).

179.  Dhumraksa memukul kembali, (tetapi) sebaliknja! Ia jang terlempar. (Sang Hanuman) jang ditudju dipukul, pun tidak mengapa, teguh! (sambil) bermain-main lah makin menggetarkan dada (waktu) dipukul. Ingin akan djasa, sengadja mempertahankan beliau di peperangan.
180.  Karena sedang digada, mundur lah (Sang Hanuman) mengatur (diri); lalu madju lah pada achirnja tjepat memukul. Sang Dhumraksa dipukul (dengan batu) keluar tjuranghatinja, tidak teguh, lari takut bila kena mendapat luka.
181.  Setelah (sang Dhumraksa) lari, kena lah keretanja hantjur lebur, bhasmibhuta = menjadi abu dipukul. Tak berwudjud kuda di Wrekasya remuk, kasihan! Oleh sang Hanuman mati seolah-olah leleh badannja.
182.  Sang Dhumraksa tak lagi berkereta madju (dengan) bengis; pukul ja lah sendjatanja didalam peperangan. Berusaha ia memukul sang Hanuman setjepat-tjepatnja, mengeram, (tangannja jan satu) bertulak pinggang, sangat bengis hatinja.
183.  Sang Hanuman, beliau dipukul tak bergerak; malah tidak takut dipukul, madju, kembali tak pakai lalai, “tak ada sudahnja si hina-sakti ini bila didiamkan sadja.” Begitu kata sang Hanuman, ditangkap lah kaki (sang Dhumraksa).
184.  Setelah tertangkap ditarik lah (lalu) diajun. Terbentur ia di batu, tertiarap, remuk tulang rahangnja. Putus lah lekumnja, hantjur djantungnja. Darah beku beraliran dari mulutnja.
185.  Sang Dhumraksa seketika itu hidupnja ja lah pergi. Golongan reksasa berswara haha, bingung, lari. Bersorak dewa-dewa memudji riuh dengan: bravo, bravo! Dewa-dewa diudara banjak, dengan girang melihat.

B.     Analisis Teks
1.      Ringkasan Cerita
Peperangan sengit di Alengkapun terjadi. Ketika pasukan Hanoman dan Rama menyerang Alengka, majulah monyet yang sakti. Ia memukul raksasa dengan hebatnya menggunakan batu yang sangat besar dan banyak sekali. Para raksasa gugur di tangan monyet itu. Hancur, remuk setelah dijatuhi bukit besar. Bangkai raksasa tidak ada yang tidak remuk, semuanya hancur lebur menjadi seratus (potong), semua itu disebabkan oleh marahnya Hanoman sehingga ia sangat geram dan cepat sekali monyet tersebut memukul dan menghantam raksasa. Perasaan dendam membuatnya tidak takut dengan siapapun. Tidak memberi kesempatan raksasa untuk membalasnya. Menusuk raksasa dengan kukunya yang tajam. Membuat raksasa semakin lemah tak berdaya.
Pada saat yang bersamaan, sang Dhrumaksa tidak tahan lagi melihat kenyataan tersebut. Majulah ia membawa keretanya yang bernama Muka-Singa. Girang kudanya meringkik yang mashur; Muka wolf namanya. Monyet yang meloncat langsung diterkamnya. Sang Dhrumaksa menggilas monyet-monyet. Keadaan kalang kabut dan monyetpun mulai mundur. Saat itu majulah sang Hanoman dengan sangat girang hati. Ia mengambil batu sebukit (besarnya), keras, dan tajam lalu diangkatnya keatas dengan tangan kanannya sedangkan yang kiri menandak. Dhumraksa maju melesat meloncat, dengan marah memukul lalu kembali ke keretanya. Sang Hanoman yang dipukul tak sedikitpun merasa kesakitan, tidak pindah dari tempatnya, dan tidak masam mukanya. Dhumraksa memukul kembali, tetapi sebaliknya ia yang terlempar.
Dhumraksa berusaha melarikan diri, namun keretanya dihancur leburkan oleh Hanoman dibhasmibuta hingga menjadi abu. Sang Dhumraksa tidak lagi maju menggunakan keretanya. Pukulannyalah yang menjadi senjatanya. Ia berusaha memukul sang hanoman secepat-cepatnya, tangannya mengeram, dan sangat bengis hatinya. Ketika Dhumraksa mulai memukul, Sang Hanoman dipukul tidak bergerak, malah tidak takut sama sekali. “tak ada sudahnya sang hina-sakti ini bila didiamkan saja” kata Hanoman. Lalu ditangkaplah kaki Dhumraksa, setelah ditangkap, ditarik, lalu diayun. Dhumraksa terbentur di batu, tertirap, dan remuk tulang rahangnya. Putus lekumnya, dan hancur jantungnya. Darah beku beraliran dari mulutnya. Berakhirlah hidup sang Dhumraksa. Golongan raksasa bingung dan lari. Para dewa melihat dengan girang lalu bersorak dan memuji riuh atas kemenangan Hanoman.

2.      Inti Cerita dan Local Genius
a.       Inti Cerita:
Peperangan sengit yang terjadi pada akhirnya dimenangkan oleh pasukan Hanoman dan Rama yang hendak membebaskan Sita yang diculik oleh Dasamuka. Kesaktian yang dimiliki Sang Hanoman sangat luar biasa sehingga mampu memberantas raksasa-raksasa pengikut Rahwana.
b.      Local Genius :
Dari kisah peperangan yang diceritakan diatas penulis dapat mengambil beberapa ajaran atau amanat sebagai berikut :
a.       Kebaikan mampu mengalahkan dan menumpas kejahatan,
b.      Kesaktian dan ketangkasan sangat dibutuhkan dalam peperangan,
c.       “tak ada sudahnya sang hina-sakti ini bila didiamkan saja” kata Hanoman. Kata-kata tersebut dimaksudkan bahwa kita diharuskan untuk membasmi kejahatan dimanapun kita berada. Karena jika didiamkan saja maka kejahatan akan semakin menjadi-jadi,
d.      Yang Maha Kuasa(dalam cerita diatas adalah Dewa) juga menyukai kebaikan dan membenci kejahatan yang dibuktikan dengan kata, “Para dewa melihat dengan girang lalu bersorak dan memuji riuh atas kemenangan Hanoman”.
















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
           Penulis menyimpukan gambaran secara lengkap mengenai kakawin Ramayana Sarga 21 padha 177-185 sebagai berikut. Peperangan sengit yang terjadi pada akhirnya dimenangkan oleh pasukan Hanoman dan Rama yang hendak membebaskan Sinta yang diculik oleh Dasamuka. Kesaktian yang dimiliki Sang Hanoman sangat luar biasa sehingga mampu memberantas raksasa-raksasa pengikut Rahwana. Berakhirlah hidup sang Dhumraksa. Golongan raksasa bingung dan lari. Para dewa melihat dengan girang lalu bersorak dan memuji riuh atas kemenangan Hanoman.
Dari kisah peperangan yang diceritakan diatas penulis dapat mengambil beberapa ajaran atau amanat antara lain : Kebaikan mampu mengalahkan dan menumpas kejahatan, kesaktian dan ketangkasan sangat dibutuhkan dalam peperangan,“tak ada sudahnya sang hina-sakti ini bila didiamkan saja” kata Hanoman. Kata-kata tersebut dimaksudkan bahwa kita diharuskan untuk membasmi kejahatan dimanapun kita berada. Karena jika didiamkan saja maka kejahatan akan semakin menjadi-jadi, yang Maha Kuasa(dalam cerita diatas adalah Dewa) juga menyukai kebaikan dan membenci kejahatan yang dibuktikan dengan kata, “Para dewa melihat dengan girang lalu bersorak dan memuji riuh atas kemenangan Hanoman”.

B.     Saran
1.      Nilai-nilai ajaran yang ada dalam kakawin Ramayana perlu dikaji dan disebarluaskan,
2.      Pengkajian teks kakawin Ramayana perlu dilakukan kembali bagi peneliti-peneliti naskah.


Prof. Dr. R. M. Ng. Poerbatjaraka Ramayana Djawa Kuna Sarga XIII – XXVI. Perpusnas RI: 2010 Jakarta

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar