BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Naskah merupakan bentuk konkret dari teks. Naskah merupakan salah satu
objek kajian filologi. Menurut Djamaris dalam Eny Kusumastuti Damayanti (2000 :
8) Naskah adalah semua peninggalan tertulis nenek moyang pada kertas, lontar,
kulit kayu, dan rotan. Naskah Kuno yang dalam dunia filologi biasa disebut manuscript,
biasanya ditulis tangan dengan menggunakan berbagai bahan, bisa kayu, lontar,
kulit hewan atau tumbuhan, dan juga kertas.
Kakawin: Rāmāyaṇa
adalah kakawin (syair) berisi cerita Ramayana. Ditulis dalam bentuk tembang
berbahasa Jawa Kuna, diduga dibuat di Mataram Hindu pada masa pemerintahan Dyah
Balitung sekitar tahun 820-832 Saka atau sekitar tahun 870 M. Kakawin ini
disebut-sebut sebagai adikakawin karena dianggap yang pertama, terpanjang, dan
terindah gaya bahasanya dari periode Hindu-Jawa. Kakawin Ramayana menjadi
Kakawin paling populer pada masa itu. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya salinan
yang bisa diselamatkan. Padahal Kakawin ini sangat panjang hingga memerlukan
waktu yang panjang untuk menyalinnya.(Zoetmulder, 1983; 277).
Menyinggung mengenai isi Teks dari Kakawin Ramayana, khususnya kakawin
Ramayana (RP 272) yang berada di Perpustakaan Museum Radyapustaka, bahwa pada
umumnya Teks Ramayana ini berisi mengenai kisah cinta dari tokoh Rama dan Sita
yang terdiri dari 26 Sarga dan 7 kanda (Balakanda, Ayodhyakanda, Aranyakanda,
Kiskindhakanda, Sundarakanda, Yuddhakanda, Uttarakanda). Namun dalam penelitian
ini penulis tidak akan menganalisis kakawin Ramayana secara keseluruhan,
melainkan hanya menganalisis episode “peperangan Dhumraksa dengan Hanoman” yang
ceritanya terdapat pada Sarga ke 21 khususnya pada padha 177-185. Karena dalam
bait ini terdapat nilai moral yang dapat kita petik sebagai pembelajaran hidup.
Dhumraksa yang merupakan tokoh jahat pengikut Dasamuka mampu dikalahkan oleh
Hanoman ketika peperangan.
B.
Rumusan
Masalah
a.
Bagaimana
gambaran secara lengkap mengenai kakawin Ramayana Sarga 21 padha 177-185?
b.
Apa inti
cerita dan local genius yang terdapat pada kakawin Ramayana Sarga 21 padha
177-185?
C. Tujuan
a.
Menggambarkan
cerita secara lengkap mengenai kakawin Ramayana Sarga 21 padha 177-185
b.
Menjelaskan
inti cerita dan local genius yang terdapat pada kakawin Ramayana Sarga 21 padha
177-185
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sajian Data
1.
Teks Asli
177. Angséh san Pawabasuta praharsacitta. Sambut tan watu sagunun makas malandep.
R-undonde tanan I tenen kiwan makanjar.
178. Dhumraksoddhata umaso mesat lumumpat.
Sakrodhan pamalu maluy ta ye rathanya. Tar kagyat san Anilaputra yar dinanda.
Tar polah tar alara tar tular tatar kol.
179.
Dhumraksamalu umaluy malih ya kontal. San pinrih pinalu pi nirwikara
dhira. Lilatah makinamiwir dadan dinanda. Mahyun rin yaca umaha mahom siren
pran.
180. Sanka yan lagi ginada madan ta mundur. Yekansonira wekasan wawan mamandem. Dhumraksan winatu metu n katunkabuddhi. Tan dhiromilag atakut kena kanina.
181.
Selagnyan kena ta rathanya cirna curna. Bhasmibhuta matemahan hawu n
pinamdem. Tatan Iwir keda si Wrekasya kasyasih
syuh. De san Maruti mati ya tenuhh
awaknya.
182. Dhumraksomari marathomaso masenhit. Dandatah
ja ta pinakayudhen rananga. Saglisnyan pamalu siren Marutsutamrih. Humren
mamrigigih alah humon ikan twas.
183. Sang Baywatmaja sira tar calan dinanda. Nda tan jrih pinalu maso maluy
tayolap. “Tan neh yan henenakeneki hinacakti”. Na lin san Pawanasutar sikep
sukunya.
184. Sampunyan kasikep inirkanenn inandul. Kangek yen watu karepa remuk
wehannya. Tungak teka rahu-rahunya puh
hatinja. Rah wunkal makabelebek sake
tutuknya.
185. Dhumraksa ksanika huripnya yeka lunha. Hahacabda haruharalayu n watek wwil. Mahya hyan mamuji wijah manadhukara. Dewe rin gagana mulat praharsini kweh.
2.
Terjemahan
177. Madju sang Hanuman (dengan) sangat girang
hati. Mengambil batu sebukit (besarnja), keras, tadjam. Dikeatas-ataskan di
tangan kanan, jang kiri menandak; lengannja besar ja lah digetar-getarkan
sebagai gerak daun (muda).
178. Dhumraksa giat madju melesat melontjat, dengan
marah memukul, (lalu) kembali ke keretanja. Tak terkedjut sang Hanuman dipukul, tak bergerak, tak
sakit, tak pindah (dari tempatnja) tak masam (mukanja).
179. Dhumraksa memukul kembali, (tetapi) sebaliknja! Ia jang
terlempar. (Sang Hanuman) jang ditudju dipukul, pun tidak mengapa, teguh!
(sambil) bermain-main lah makin menggetarkan dada (waktu) dipukul. Ingin akan
djasa, sengadja mempertahankan beliau di peperangan.
180. Karena sedang digada, mundur lah (Sang Hanuman) mengatur
(diri); lalu madju lah pada achirnja tjepat memukul. Sang Dhumraksa dipukul
(dengan batu) keluar tjuranghatinja, tidak teguh, lari takut bila kena mendapat
luka.
181. Setelah (sang Dhumraksa) lari, kena lah keretanja hantjur
lebur, bhasmibhuta = menjadi abu dipukul. Tak berwudjud kuda di Wrekasya remuk, kasihan! Oleh sang Hanuman mati
seolah-olah leleh badannja.
182. Sang Dhumraksa tak lagi berkereta madju (dengan) bengis;
pukul ja lah sendjatanja didalam peperangan. Berusaha ia memukul sang Hanuman
setjepat-tjepatnja, mengeram, (tangannja jan satu) bertulak pinggang, sangat
bengis hatinja.
183. Sang Hanuman, beliau dipukul tak bergerak; malah tidak takut
dipukul, madju, kembali tak pakai lalai, “tak ada sudahnja si hina-sakti ini
bila didiamkan sadja.” Begitu kata sang Hanuman, ditangkap lah kaki (sang
Dhumraksa).
184. Setelah tertangkap ditarik lah (lalu) diajun. Terbentur ia
di batu, tertiarap, remuk tulang rahangnja. Putus lah lekumnja, hantjur
djantungnja. Darah beku beraliran dari mulutnja.
185. Sang Dhumraksa seketika itu hidupnja ja lah pergi. Golongan
reksasa berswara haha, bingung, lari. Bersorak dewa-dewa memudji riuh dengan:
bravo, bravo! Dewa-dewa diudara banjak, dengan girang melihat.
B. Analisis
Teks
1.
Ringkasan
Cerita
Peperangan sengit di
Alengkapun terjadi. Ketika pasukan Hanoman dan Rama menyerang Alengka, majulah
monyet yang sakti. Ia memukul raksasa dengan hebatnya menggunakan batu yang
sangat besar dan banyak sekali. Para raksasa gugur di tangan monyet itu. Hancur,
remuk setelah dijatuhi bukit besar. Bangkai raksasa tidak ada yang tidak remuk,
semuanya hancur lebur menjadi seratus (potong), semua itu disebabkan oleh
marahnya Hanoman sehingga ia sangat geram dan cepat sekali monyet tersebut
memukul dan menghantam raksasa. Perasaan dendam membuatnya tidak takut dengan
siapapun. Tidak memberi kesempatan raksasa untuk membalasnya. Menusuk raksasa
dengan kukunya yang tajam. Membuat raksasa semakin lemah tak berdaya.
Pada saat yang bersamaan,
sang Dhrumaksa tidak tahan lagi melihat kenyataan tersebut. Majulah ia membawa
keretanya yang bernama Muka-Singa. Girang kudanya meringkik yang mashur; Muka
wolf namanya. Monyet yang meloncat langsung diterkamnya. Sang Dhrumaksa menggilas
monyet-monyet. Keadaan kalang kabut dan monyetpun mulai mundur. Saat itu
majulah sang Hanoman dengan sangat girang hati. Ia mengambil batu sebukit
(besarnya), keras, dan tajam lalu diangkatnya keatas dengan tangan kanannya
sedangkan yang kiri menandak. Dhumraksa maju melesat meloncat, dengan marah
memukul lalu kembali ke keretanya. Sang Hanoman yang dipukul tak sedikitpun
merasa kesakitan, tidak pindah dari tempatnya, dan tidak masam mukanya.
Dhumraksa memukul kembali, tetapi sebaliknya ia yang terlempar.
Dhumraksa berusaha
melarikan diri, namun keretanya dihancur leburkan oleh Hanoman dibhasmibuta
hingga menjadi abu. Sang Dhumraksa tidak lagi maju menggunakan keretanya.
Pukulannyalah yang menjadi senjatanya. Ia berusaha memukul sang hanoman
secepat-cepatnya, tangannya mengeram, dan sangat bengis hatinya. Ketika
Dhumraksa mulai memukul, Sang Hanoman dipukul tidak bergerak, malah tidak takut
sama sekali. “tak ada sudahnya sang hina-sakti ini bila didiamkan saja” kata
Hanoman. Lalu ditangkaplah kaki Dhumraksa, setelah ditangkap, ditarik, lalu
diayun. Dhumraksa terbentur di batu, tertirap, dan remuk tulang rahangnya.
Putus lekumnya, dan hancur jantungnya. Darah beku beraliran dari mulutnya.
Berakhirlah hidup sang Dhumraksa. Golongan raksasa bingung dan lari. Para dewa melihat
dengan girang lalu bersorak dan memuji riuh atas kemenangan Hanoman.
2.
Inti Cerita
dan Local Genius
a.
Inti Cerita:
Peperangan sengit yang terjadi pada akhirnya
dimenangkan oleh pasukan Hanoman dan Rama yang hendak membebaskan Sita yang
diculik oleh Dasamuka. Kesaktian yang dimiliki Sang Hanoman sangat luar biasa
sehingga mampu memberantas raksasa-raksasa pengikut Rahwana.
b.
Local Genius :
Dari kisah peperangan yang diceritakan diatas penulis dapat mengambil
beberapa ajaran atau amanat sebagai berikut :
a.
Kebaikan mampu
mengalahkan dan menumpas kejahatan,
b.
Kesaktian dan
ketangkasan sangat dibutuhkan dalam peperangan,
c.
“tak ada
sudahnya sang hina-sakti ini bila didiamkan saja” kata Hanoman. Kata-kata
tersebut dimaksudkan bahwa kita diharuskan untuk membasmi kejahatan dimanapun
kita berada. Karena jika didiamkan saja maka kejahatan akan semakin
menjadi-jadi,
d.
Yang Maha
Kuasa(dalam cerita diatas adalah Dewa) juga menyukai kebaikan dan membenci
kejahatan yang dibuktikan dengan kata, “Para dewa melihat dengan girang lalu
bersorak dan memuji riuh atas kemenangan Hanoman”.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penulis menyimpukan gambaran secara lengkap mengenai
kakawin Ramayana Sarga 21 padha 177-185 sebagai berikut. Peperangan sengit yang
terjadi pada akhirnya dimenangkan oleh pasukan Hanoman dan Rama yang hendak
membebaskan Sinta yang diculik oleh Dasamuka. Kesaktian yang dimiliki Sang
Hanoman sangat luar biasa sehingga mampu memberantas raksasa-raksasa pengikut
Rahwana. Berakhirlah hidup sang Dhumraksa. Golongan raksasa bingung dan lari.
Para dewa melihat dengan girang lalu bersorak dan memuji riuh atas kemenangan
Hanoman.
Dari kisah peperangan yang
diceritakan diatas penulis dapat mengambil beberapa ajaran atau amanat antara
lain : Kebaikan mampu mengalahkan dan menumpas kejahatan, kesaktian dan
ketangkasan sangat dibutuhkan dalam peperangan,“tak ada sudahnya sang hina-sakti
ini bila didiamkan saja” kata Hanoman. Kata-kata tersebut dimaksudkan bahwa
kita diharuskan untuk membasmi kejahatan dimanapun kita berada. Karena jika
didiamkan saja maka kejahatan akan semakin menjadi-jadi, yang Maha Kuasa(dalam
cerita diatas adalah Dewa) juga menyukai kebaikan dan membenci kejahatan yang
dibuktikan dengan kata, “Para dewa melihat dengan girang lalu bersorak dan
memuji riuh atas kemenangan Hanoman”.
B. Saran
1.
Nilai-nilai
ajaran yang ada dalam kakawin Ramayana perlu dikaji dan disebarluaskan,
2.
Pengkajian
teks kakawin Ramayana perlu dilakukan kembali bagi peneliti-peneliti naskah.
Prof. Dr. R. M. Ng. Poerbatjaraka Ramayana Djawa Kuna
Sarga XIII – XXVI. Perpusnas RI: 2010 Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar